Juni 18, 2008

Love & Decision

08 Oktober 2007

Sebagaimana gelombang tak dapat hadir dengan sendirinya
tetapi harus selalu terkait dengan gejolak lautan
begitu pula kita tidak pernah dapat mengalami hidup sendirian
tanpa selalu ikut merasakan pengalaman hidup di sekitar kita.
(Albert Schweitzer)

”Bahkan memberi pun dapat dilakukan tanpa cinta,” begitu kata seseorang yang memperhatikan anaknya saat memberi sedekah kepada seorang pengemis. Ya. Anaknya itu masih berusia tiga tahun. Apa yang ia mengerti tentang kemiskinan atau ketidakadilan sistem perekonomian? Anak itu bahkan belum mengerti arti uang! Ia memberikan sedekah karena ibu meminta ia melakukannya dan ia menurut, itu saja.

Bagi kita yang telah mengerti banyak hal, memberikan sesuatu kepada orang lain yang berkekurangan atau membutuhkan, semestinya tidak menjadi hal yang sederhana. Di aula terbuka Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta, tempat anak-anak muda nongkrong berdiskusi atau sekadar melepaskan lelah, terpampang sebuah poster besar dengan tulisan: LOVE IS A DECISION.

Ya. Cinta seharusnya adalah pilihan; sesuatu yang dilakukan karena kita dengan sadar memilih untuk melakukannya. Itulah yang juga diperbuat oleh seorang Samaria dalam Injil hari ini. Selagi dalam perjalanan, ia menemukan seseorang yang telah dirampok dan dipukuli hingga sekarat. Orang Samaria dibenci oleh orang-orang Yahudi karena mereka dianggap sebagai orang kafir. Stigma dan perlakuan itu bukah hal yang mudah untuk diterima, yang sebetulnya dapat menjadi alasan yang wajar bagi si orang Samaria untuk berjarak dengan siapapun juga. Tapi, apa yang dilakukan oleh orang Samaria itu? Ia malahan mengabaikan sejenak perjalanannya untuk menolong si sakit.

Love is a decision. Sekali kita memutuskan untuk mencinta, pada saat itu juga kita menetapkan untuk melintasi apapun demi cinta kita. Tak ada lagi jarak, batas, ketakutan, rendah diri, atau apapun juga yang selalu menjadi penghalang bagi cinta. Bukankah Allah pun menjelma manusia untuk disalibkan atas dosa-dosa kita? Bahkan Allah, karena cinta-Nya yang begitu besar kepada manusia, memutuskan untuk melintasi jarak antara yang surgawi dengan yang duniawi, Allah dan manusia, Sang Pencipta dengan ciptaan-Nya, kehidupan dan kematian, kematian dan kebangkitan.

Seekor angsa tak akan dapat berenang jika hanya berteriak-teriak dari tepi kolam saja, kata orang; ia harus terjun dan merasakan ’berenang’ sebagai sebuah pengalaman dan keterlibatan. Seseorang tak akan dapat memberi dengan cinta tanpa pengalaman akan penderitaan sesamanya. Jadi, mari lintasi jarak itu dan sungguh-sungguh menjadi sesama bagi sesama kita!

Tidak ada komentar: