Juni 11, 2008

Iman yang Dipertaruhkan

05 September 2007

Tentang Yesus yang menyembuhkan orang-orang sakit, kita semua sudah sering membacanya di Kitab Suci. Satu di antaranya adalah sebagaimana dikisahkan melalui Injil hari ini. Yesus menyembuhkan ibu mertua Simon, sepulang mengajar di Kapernaum. Melihat mukjizat itu, banyak orang datang berduyun-duyun membawa kerabatnya untuk disembuhkan oleh Yesus.

Keesokan harinya, Yesus pergi ke suatu tempat yang sunyi. Orang-orang pun mencari Dia, lalu ketika bertemu dengan-Nya, mereka pun berusaha menahan Yesus agar tinggal bersama mereka. Bagaimana reaksi Yesus? Ia berkata, ”Aku diutus untuk mewartakan Injil Allah, juga di kota-kota lain!” (lihat ayat 42-43).

Injil hari ini sungguh menarik; kita dapat mengetahui bahwa setelah menyembuhkan banyak orang, Yesus mencari tempat yang sunyi. Untuk apa? Saya yakin, Yesus membutuhkan tempat yang sunyi itu untuk beristirahat, menenangkan diri, bahkan untuk berkomunikasi dengan Bapa-Nya! Bukankah hal itu sama juga seperti kita; setelah melakukan pekerjaan yang melelahkan, kita pun butuh ketenangan untuk beristirahat dan memulihkan diri?

Dalam ketenangan itu, kita mencoba memikirkan yang lalu dan merencanakan yang akan datang. Agaknya Yesus pun demikian. Ia merenungkan kehendak Bapa atas diri-Nya. Oleh karena itu, ketika orang banyak datang kepada-Nya dan meminta-Nya untuk tinggal bersama mereka, Yesus menolak. Ia paham bahwa bukan itu yang dikehendaki oleh Bapa-Nya, sebab Ia harus mewartakan Bapa-Nya itu ke tempat-tempat lain.

Seandainya saja kita selalu bisa seperti Yesus... Seandainya saja kita selalu bisa menyatukan kehendak Bapa dengan kehendak kita, pasti semua akan begitu indah! Akan tetapi, kita tidak selalu seperti itu, bukan? Kita sering tergoda untuk berhenti dan tinggal di dalam kenyamanan-kenyaman an hidup kita. Kita tidak ingin melakukan sesuatu yang lain, yang barangkali berbeda dengan yang biasanya kita perbuat. Kita tidak ingin mengubah diri & hidup kita, karena tinggal dalam kemapanan tertentu membuat kita merasa aman, nyaman dan senang. Padahal, barangkali tanpa kita sadari, kita sudah menolak Allah yang hendak menjadikan hidup kita lebih baik lagi melalui segala rencana-Nya!

Tak semua rencana Allah mudah dipahami. Sebagian besar, barangkali tetap tinggal sebagai misteri. Tapi justru di situlah iman dipertaruhkan; ketika yang tersisa hanyalah sebuah kepercayaan yang besar, tatkala hidup yang harus ditempuh sama sekali tak menawarkan titik terang, apalagi jaminan tentang sebuah kenyamanan...

Tidak ada komentar: