Juni 09, 2008

Bukan Oposisi

17 Agustus 2007


“Perlukah kami membayar pajak kepada Kaisar?” adalah pertanyaan jebakan yang dilontarkan orang-orang Farisi kepada Yesus. Disebut jebakan, karena jawaban atas pertanyaan tersebut diharapkan dapat menjerumuskan Yesus.

Pada masa itu, rakyat memang dibebani berbagai pajak yang cukup memberatkan, satu di antaranya adalah pajak untuk Kaisar. Yesus sendiri dipandang sebagai ‘tokoh oposisi yang kritis’, karena sikap dan tindakan-Nya sering berbeda dengan sikap dan tindakan penguasa, pejabat, tokoh-tokoh masyarakat serta tokoh-tokoh agama. Dalam banyak hal, Yesus bahkan menunjukkan keberpihakan-Nya kepada rakyat yang miskin dan tertindas. Terhadap tokoh semacam Yesus ini, kita memang mudah sekali tergiring untuk melihatnya sebagai sebuah kekuatan dari kubu yang berlawanan dengan kubu yang lain (penguasa dan sebagainya itu); dua kekuatan berbeda yang saling bertentangan. Bagi orang Farisi, ‘posisi politik’ Yesus pun harus diperjelas. Melalui pertanyaan tentang pajak, Yesus dihadapkan pada pilihan: pro rakyat, atau pro penguasa?

Kita yang mengimani Yesus, tentu tak perlu meragukan kesetiaan serta kebijaksanaan yang dimilikiNya. Yesus tidak memilih-milih untuk mengantar umat-Nya kepada keselamatan; Ia mengabarkan keselamatan itu kepada semua orang, meskipun ada yang mendengarkan-Nya dan ada yang tidak. Kaum Farisi pun, yang seringkali mendapat kritik tajam dari Yesus, mempunyai peluang untuk berubah menjadi orang-orang yang lebih baik, namun mereka tidak mempergunakan peluang itu.

Dalam hal membayar pajak, Yesus menegaskan kebijakan dan menunjukkan kebijaksanaan-Nya melalui jawaban, “Berikan kepada Kaisar hal-hal yang wajib kamu berikan kepada Kaisar, dan berikan kepada Allah yang wajib kamu berikan kepada Allah!” (lihat ayat 21).

Injil hari ini hendaknya dapat menerakan makna yang dalam kepada kita, yang pada saat ini sedang merayakan ulang tahun kemerdekaan negara Republik Indonesia . Amanah Peringatan 200 Tahun Gereja Katolik di Jakarta menjadi satu acuan yang sungguh baik, yakni semakin setia kepada Yesus dan semakin berbakti kepada masyarakat dan bangsa. Sebagai orang Katolik, bukan berarti kita hanya perlu meperjuangkan kebaikan bagi kepentingan Katolik saja, namun juga kepentingan masyarakat karena kita pun bagian dari masyarakat Indonesia . Sama seperti Yesus memperjuangkan kembalinya martabat dan nilai-nilai kemanusiaan tanpa memilih-milih orang yang mendapat petunjuk mengenai jalan keselamatan itu, kita pun berkarya bagi kemanusiaan tanpa memandang suku, agama, ras ataupun golongan di dalam masyarakat. Berkarya bagi kemanusiaan adalah meneruskan jalan yang dirintis Yesus sekaligus memberikan sumbangsih kepada masyarakat dan bangsa.

Akhir-akhir ini, umat Katolik mengalami banyak kepedihan dengan ditutupnya & diancamnya banyak gereja, dibubarkannya aktivitas ibadah, serta penolakan masyarakat atas program-program kerja kita. Tak hanya merasa pedih, kita pun merasakan juga ketakutan, adanya perlakuan yang tidak adil, kemarahan, ketidakberdayaan, kecemasan dan mungkin masih banyak lagi perasaan lainnya. Di atas semua penderitaan itu, maukah, relakah dan beranikah kita untuk sedikit berefleksi bahwa mungkin saja, segala hal baik yang boleh kita lakukan selama ini masih mengutamakan kepentingan diri sendiri, kelompok kita saja dan belum memberikan manfaat bagi masyarakat?

Tentu kita pun harus membuka diri bahwa selalu saja ada orang-orang yang tidak menyukai niat baik kita. Rm. Mangunwijaya (alm.), ketika memperjuangkan masyarakat Kali Code di Yogyakarta supaya tidak digusur dan tetap dapat menjalani kehidupan yang bermartabat, juga ketika melakukan pembelaan terhadap warga Kedung Ombo yang desanya hendak dijadikan waduk, kerap menerima ancaman dan tuduhan melakukan Kristenisasi. Tapi toh karena Rm. Mangun bermaksud membela kemanusiaan yang melintasi sekat-sekat agama, upayanya membuahkan hasil.

Hari ini menjadi saat yang tepat untuk merenungkan perjalanan kita selama ini sebagai orang Katolik. Sudahkah kita makin setia kepada Yesus sekaligus makin berbakti kepada masyarakat dan bangsa?

Tidak ada komentar: