Juni 09, 2008

Kaya & Miskin

21 Agustus 2007

Hari ini, Yesus bersabda kepada kita, “Sungguh, sukar sekali bagi orang kaya untuk masuk ke dalam Kerajaan Surga! Lebih mudah seekor unta masuk melalui lubang jarum daripada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Surga!” (lihat ayat 23-24).

Apakah Yesus tidak menyukai orang-orang kaya? Apakah dengan keberpihakannya kepada yang miskin dan tertindas, Yesus sekaligus menyatakan ketidaksenangannya kepada orang kaya? Apakah yang salah dari orang-orang kaya, sehingga mereka sulit untuk masuk ke dalam Kerajaan Surga?

Aku percaya, Yesus mengasihi kita semua tanpa membeda-bedakan kaya atau miskin. Kalaupun ada yang ingin ‘diperangi’ oleh Yesus dalam diri kita, itu adalah kelemahan dan dosa-dosa kita. Bukan hanya orang kaya yang berdosa; orang miskin pun berdosa. Tapi lalu mengapa orang kaya yang sering menjadi sorotan? Siapakah orang-orang kaya itu?

Orang kaya adalah orang yang serba berkecukupan. Ia memiliki hampir segalanya. Orang-orang semacam ini, dalam hal materi, tidak lagi membutuhkan bantuan dari siapapun. Bukankah ia sudah dapat mencukupi segala kebutuhannya sendiri?

Berbeda halnya dengan orang-orang miskin; mereka hampir tidak pernah dapat mencukupi kebutuhannya sendiri. Yesus sangat mengasihi orang miskin, karena seringkali mereka berada dalam kondisi yang memprihatinkan dan terancam tak dapat hidup secara layak atau manusiawi. Kemiskinan, pada satu titik, ternyata mengancam kemanusiaan. Bukankah di sekitar kita, mudah sekali dijumpai orang-orang miskin di pemukiman kumuh yang berusaha untuk bertahan hidup tanpa air bersih, fasilitas MCK yang memadai, tata ruang perumahan yang teratur, pemenuhan nutrisi yang cukup dan banyak lagi persyaratan minimal bagi kesehatan dan tumbuh-kembang anak-anak. Tidakkah kita sedih melihat kondisi tersebut? Mereka adalah sesama kita juga; tapi hidup macam apakah yang mereka jalani itu? Masihkah kita dapat melihat wajah Allah di wajah-wajah mereka, mengingat mereka pun, sama seperti kita, diciptakan oleh Allah sesuai dengan citra-Nya?

Kemiskinan adalah panggilan bagi kekayaan. Hanya dalam situasi ‘miskin’-lah kita memupuk harapan akan sesuatu yang lebih baik. Kemiskinan memberikan peluang bagi kita untuk menerima yang lain. Kemiskinan menjadi ancaman, ketika kemiskinan itu justru memusnahkan harapan akan sesuatu yang lebih baik itu. Kemiskinan menjadi ancaman, ketika kemiskinan makin menjerumuskan orang ke dalam dosa. Bukankah kita sering melihat di televisi, banyak orang tertangkap karena mencuri, menipu dan merampas milik orang lain hanya karena mereka miskin? Sampai kapankah kita tahan untuk melihat bagaimana kemiskinan menghancurkan kemanusiaan?

Kekayaan pun menjadi gagap ketika bertemu kemiskinan, ketika kekayaan tak lagi mampu menyumbangkan sesuatu bagi kemanusiaan. Kekayaan menjadi sia-sia ketika tak lagi mampu berbagi. Orang-orang kaya tak dibenci Allah karena kekayaannya. Mereka justru ditantang untuk dapat ‘mengatasi’ kekayaan itu; tidak terjebak dalam semua kenikmatan hidup yang ditawarkannya dan karenanya juga mengabaikan hal-hal lain yang lebih penting dari sekadar kenikmatan hidup.

Karena itulah, jika kita semua dipenuhi oleh cinta yang menyala-nyala satu dengan yang lain, tak akan ada lagi batas antara yang kaya dan miskin; yang ada hanyalah sekumpulan orang yang saling memberi dan saling menerima, dalam kelebihan dan kekurangan mereka. Itulah situasi Kerajaan Allah!

Tidak ada komentar: