Juni 18, 2008

Anak-anak

01 Oktober 2007

Anda pasti pernah melihat mereka ini: anak-anak yang mengemis di jalanan... anak-anak yang memainkan alat musik dari rangkaian tutup botol dan menyanyi dengan suara sumbang... anak-anak yang berjualan stiker atau majalah di pompa bensin... anak-anak yang pagi-pagi benar membawa karung dan mengacak-acak tempat sampah kita untuk mencari barang-barang yang masih dapat dijual... anak-anak yang bermain dengan batu di perempatan jalan sambil menunggu ibunya yang sedang meminta-minta di jendela mobil kita... anak-anak yang berjualan rempeyek di gerbang gereja kita...

Pernahkah Anda menatap matanya? Jika ya, apakah yang Anda lihat di sana?

Jika Anda adalah seorang yang lembut hati, anak-anak adalah hal-hal yang akan selalu membuat Anda tersentuh, tersenyum atau menangis. Mereka ibarat sebuah tunas hijau kecil yang tumbuh di tanah. Akan menjadi apakah mereka? Sebuah pohon besar yang kuat dan rindang, tanaman sederhana yang tak menjadi perhatian orang, rumput yang berjuang dan bertahan untuk hidup di trotoar jalan, pohon yang tak menghasilkan buah karena mandul, atau bahkan tak sempat menjadi apapun karena daya hidupnya telah direnggut?

Bukan suatu kebetulan, jika hari ini, saat kita merayakan Pesta St. Teresia dari Kanak-kanak Yesus, Injil pun berkisah mengenai anak-anak. Yesus memanggil seorang anak dan berkata, ”Barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku.” (lihat ayat 5). St. Teresia sendiri, sejak kecil telah menunjukkan teladan iman yang baik. Sama seperti anak-anak lainnya, ia pun polos, naif dan juga nakal sehingga orang sering merasa jengkel atau marah kepadanya. Dalam buku Riwayat Hidup Para Kudus (Bina Media, 2002), dikisahkan Teresia pernah memukul seorang temannya. Setelah mengerti bahwa hal itu tak dapat dibenarkan, ia langsung meminta maaf tanpa perlu repot-repot membela diri terlebih dahulu. Ayahnya sendiri pernah bersedih karena ketika meminta ciuman darinya, Teresia malahan berkata menantang, ”Datang saja sendiri untuk mendapatkannya!” Perkataan yang kurang sopan itu membuat sang ayah pergi tanpa berbicara, dan Teresia kecil pun mendapat teguran dari kakaknya. Mengetahui telah membuat hati ayahnya terluka, Teresia pun berlari menyusul sang ayah sambil menangis. Bukankah kisah ini mengingatkan kita pada perikop ’Anak yang Hilang’ di Kitab Suci (lihat Lukas 15:11-32), ketika si anak nakal berlari pulang untuk mendapatkan pelukan ayahnya?

Penulis buku Riwayat Hidup Para Kudus menyatakan bahwa masa muda Teresia, yang dikelilingi oleh cinta kasih orang tua dan keluarga itu membentuk kepercayaan penuh dalam hatinya akan kasih Bapa Ilahinya. Hal itulah yang kemudian menjadi kunci dalam pengajaran rohaninya yang begitu kuat.

Ya. Pengalaman akan dunia mengarahkan kita pada pengalaman akan Allah. Mari kita lihat kembali anak-anak miskin dan malang yang kita temui di jalanan tadi. Kehidupan mereka begitu keras, bukan? Kemiskinan, adalah satu sumber dosa dan kesalahan. Orang-orang yang dibelit oleh kemiskinan, akan sangat sulit mengalami Allah dalam kehidupan mereka. Mereka jadi tak perlu malu saat menipu sesamanya, sebab mereka hanya mengerti bahwa hal itu merupakan satu-satunya cara untuk bertahan hidup. Mereka berani mencuri karena lapar. Mereka sanggup membunuh karena butuh uang.

Relakah kita, melihat anak-anak jalanan itu akan tumbuh besar menjadi penipu, pencuri bahkan juga pembunuh? Relakah kita membiarkan anak-anak itu tumbuh besar sambil melupakan wajah ilahinya, dan semakin tak lagi mampu melihat wajah Allah di wajah sesamanya? Menyelamatkan anak-anak, dengan demikian, bukan sekadar memberikan mereka hak-haknya sebagai manusia. Menyelamatkan anak-anak berarti juga menyelamatkan kehidupan yang tak hanya milik mereka, melainkan milik kita semua. Menyelamatkan anak-anak, bahkan juga berarti menyelamatkan harapan, sebab harapan adalah hal yang mampu membuat kita bertahan untuk mewujudkan Kerajaan Allah di muka bumi.

Yesus menyambut seorang anak ke dalam pelukan-Nya. Yesus pasti ingin kita melakukan-Nya juga, sebab dengan tegas Ia berkata, ”Barangsiapa menyambut seorang anak ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku!” Sanggupkah kita melihat wajah Yesus di wajah anak-anak itu?

Tidak ada komentar: