Juni 11, 2008

Radikal

20 September 2007

Radikal. Kata itu adalah istilah dalam politik, yang artinya ‘dengan keras menuntut perubahan’. Kelompok yang dengan keras menuntut atau memperjuangkan perubahan di dalam masyarakat disebut dengan kelompok radikal. Radikal juga mempunyai arti ‘maju dalam berpikir’. Orang-orang yang pikirannya melampaui pencapaian orang-orang di sekitarnya pun disebut berpikiran radikal.

Dalam hidup iman, kita pun dapat menjadi orang-orang yang radikal. Iman menuntut pertobatan terus-menerus; pembaruan diri yang terus-menerus. Iman tidak boleh setengah-setengah! Mengikuti Yesus berarti meninggalkan hal-hal lain yang bertentangan dengan kehendak-Nya (bdk. Lukas 9:62).


Injil hari ini mengisahkan bagaimana iman menuntut perubahan yang radikal. Ketika Yesus sedang dijamu makan oleh seorang Farisi (= pejabat agama), tiba-tiba masuklah seorang perempuan yang langsung merebahkan tubuhnya di lantai, membasahi kaki Yesus dengan air matanya, mengeringkan dengan rambutnya, menciumnya lalu meminyakinya dengan minyak wangi. Kejadian itu tentu tak terduga dan mengejutkan semua orang. Tidak semua orang senang akan kejutan, apalagi kalau kejutannya itu berupa seorang perempuan berdosa yang tiba-tiba menerobos masuk ke dalam rumah untuk menciumi kaki Yesus!

Reaksi tidak suka pun muncul dari si pemilik rumah. Reaksi itu mudah dipahami. Pertama, bukankah orang-orang berdosa cenderung untuk dijauhi dan bukannya dirangkul supaya kembali? Pada masa itu, orang-orang berdosa tidak diperkenankan mengambil bagian dalam peribadatan! Mereka hanya dipandang sebelah mata seperti dinyatakan oleh Simon sendiri di dalam hatinya, ”Jika Yesus ini seorang nabi, mestinya Ia tahu kalau yang menjamahnya ini adalah seorang perempuan yang berdosa!” (lihat ayat 39).

Kedua, Simon si pemilik rumah tahu persis bahwa yang dilakukan oleh perempuan itu adalah hal-hal yang tidak dilakukanya untuk Yesus. Ia memang mengundang Yesus masuk ke dalam rumahnya, tapi apakah ia juga mengundang Yesus masuk ke dalam hatinya? Lihatlah perempuan itu! Ia tak menyelenggarakan jamuan layak sebagaimana yang Simon lakukan untuk Yesus, namun ia telah memberikan keseluruhan yang dimilikinya: hatinya (yang membuatnya tersungkur di kaki Yesus), tubuhnya—air mata, rambut dan kecupan manisnya—serta minyak wangi yang selama ini digunakannya untuk memikat orang dalam perbuatan dosanya. Inilah suatu perubahan yang radikal dalam hidup iman perempuan itu, sementara Simon, meskipun ia telah mengajak Yesus untuk makan bersamanya, tampaknya tidak mengalami perubahan apapun karena masih saja memandang rendah mereka yang berdosa!

Bagaimana dengan kita sendiri? Sudahkah iman mengubah secara radikal keseluruhan hidup kita? Apakah kita sama seperti Simon, tampaknya saja hidup saleh dan membuka diri bagi kehadiran Yesus, namun masih menutup rapat-rapat pintu hati kita sehingga keselamatan yang datang dari Allah itu belum terjadi atas kita? ”Imanmu menyelamatkan engkau!” kata Yesus kepada perempuan itu (lihat ayat 50). Akankah Yesus mengucapkan perkataan yang sama kepada kita?

Tidak ada komentar: