Juli 05, 2008

Mengalami Yesus

15 Mei 2008

Dalam sebuah pertemuan lingkungan, seseorang menolak menjadi Seksi Liturgi & Pewartaan. ”Saya tidak bisa berdoa, tidak mengerti Kitab Suci & tidak punya pengetahuan agama.”

Alasan yang klasik, bukan? Kita sering menjumpainya di mana-mana. Akan tetapi, pernahkah kita, sekali saja, bertanya kepada diri kita sendiri: jangan-jangan, akulah yang menyebabkan orang sampai berkata seperti itu?

Tanpa kita sadari, kita lebih suka mendengarkan pastor yang pandai berkhotbah, pemandu Kitab Suci yang atraktif, penulis yang piawai... sekaligus mengabaikan orang-orang yang ’bukan siapa-siapa’ di sekitar kita. Seolah-olah, Yesus hanya bisa diwartakan oleh mereka yang punya kemampuan lebih. Padahal, Yesus dialami dalam hidup semua orang, juga mereka yang tak mampu bicara, tak pandai menulis, bahkan yang tak pernah ditoleh orang...

Kita hanya tergerak oleh khotbah yang berapi-api, orang-orang berpenampilan menarik, dan tulisan yang sensasional. Kita tak pernah tersentuh oleh kemiskinan, orang-orang yang lapar... semua orang yang menderita dan dilumpuhkan oleh penderitaan. Kita tak mampu melihat & mendengarkan mereka, karena dibutuhkan lebih dari sekadar mata dan telinga untuknya; kita butuh hati yang terarah pada dunia.

Pertanyaan Yesus hari ini kepada kita, ”Siapakah Aku ini menurut kamu?” (bdk. Markus 8, 29), alangkah indahnya jika dapat kita jawab dengan, ”Tuhan, Engkau adalah sesamaku yang lapar, haus, dan terasing; yang telanjang, sakit dan terpenjara.” (bdk. Matius 25, 34-36).

Inilah Hidupku!

14 Mei 2008

Hari ini, Yesus berkata kepada kita, “Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu. Tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.” (Yohanes 15, 12-13).

Apakah kasih itu? Kita seringkali terlalu mudah menyederhanakan ‘kasih’ itu. Gampang sekali berkata: aku mengasihi dia, aku menyayangi dia... aku mengasihi engkau, aku sayang padamu! Apakah perasaan kasih sungguh-sungguh telah menjadi nafas bagi seluruh hidup kita? Apakah baru sebatas kata-kata atau luapan emosi semata?

Bagi Yesus, kasih berarti memberikan seluruh hidup kepada sahabat-sahabat-Nya. Yesus tidak tinggal di dalam rumah untuk menulis surat-surat cinta. Ia justru keluar dari rumah itu untuk menjumpai semua orang, menyapa mereka, memberikan cinta-Nya. Ia berbagi cerita, menghibur, membela, mengampuni, menguatkan, menyembuhkan, membebaskan, berbagi makanan, mengembalikan harapan, bahkan membangkitkan orang dari kematian.
Alangkah bahagianya kalau kita pun dapat keluar dari rumah-diri kita sendiri, berjalan menjumpai dunia, memandang semua orang serta alam ciptaan dan berkata, ”Inilah hidupku!”