Juni 11, 2008

Bola Karet

13 September 2007

Aku pernah mempunyai seekor anjing yang senang sekali bermain bola. Ia akan memberikan bola itu kepadaku, lalu dengan tubuh bergetar menungguku melemparkannya. Setiap kali aku melemparkan bola itu, ia akan mendengking gembira dan berlari dengan penuh semangat untuk mengejarnya. Kami dapat menghabiskan sepanjang sore untuk bermain seperti itu, dan tak akan pernah berhenti sampai anjingku itu menghempaskan diri ke tanah karena kelelahan.

Anjingku itu sudah lama meninggal. Ia mati di usia 14 tahun. Kata orang, seekor anjing tak boleh berumur lebih panjang lagi; jika dalam usia sesingkat itu saja kita begitu kehilangan dia, bagaimana jika ia lebih lama tinggal bersama kita? Barangkali kita tak akan pernah dapat menanggung rasa kehilangan itu! Seusai pemakaman, dengan pedih kubereskan semua mainannya. Sebuah bola karet yang bocel-bocel tergeletak diam di teras. Aku memungutnya dan melemparkannya jauh-jauh. Bola itu memantul berkali-kali sampai akhirnya menghilang ke dalam semak.

S. Teresia dari Kanak-kanak Yesus menganggap dirinya sebagai sebuah bola di tangan Yesus. Ia rela ‘dipermainkan’ oleh Yesus; diangkat tinggi-tinggi, dihempaskan jauh, bahkan ditinggalkan di sudut kamar karena yang empunya sudah bosan memainkannya.

Bola sebagai ibarat bagi diri merupakan perlambang yang sarat dengan makna. Seorang psikolog berkata bahwa satu hal yang membedakan seseorang dengan yang lain adalah resiliensi; semacam gaya pegas yang dimiliki antara lain oleh bola karet. Sebagaimana bola karet dapat memantul ketika dihempaskan ke tanah yang mulus ataupun yang tak rata, manusia pun dapat memiliki daya pantul saat kehidupan menghempaskannya melalui pengalaman-pengalam an baik maupun buruk.

Para petenis biasanya akan memengetes bola mereka sebelum memainkannya. Bola yang tak dapat memantul dengan baik, tak akan dipakai karena hanya mengurangi kualitas permainan saja. Manusia pun dapat kehilangan resiliensinya; ia tak lagi memantul ketika pengalaman hidup membekapnya. Lalu bagaimanakan nasib kita yang seperti itu? Apakah kita akan seperti sebuah bola tenis yang tak dapat lagi dipergunakan?

Dalam Injil hari ini, Yesus membesarkan hati kita sebagai bola-bola karet di tangan-Nya. Apabila sesuatu yang jahat menimpa kita, terlebih-lebih karena manusia-lah yang menjadi penyebabnya, Yesus meminta kita untuk mengampuni dan mengasihi mereka. Inilah daya pegas yang diisikan Yesus ke dalam semua bola karet-Nya. Kemarahan, kebencian dan balas dendam hanya akan membuat sebuah bola karet yang tak lagi punya gaya pegas tercemplung ke dalam lubang yang dalam dan gelap; ia tak mampu keluar dari lubang itu. Akan tetapi, bola karet yang punya daya pantul yang kuat akan mampu keluar dari lubang, memantul terus dan dengan begitu akan melanjutkan perjalanannya. Si pelempar pasti punya tujuan terhadap bola yang dimainkannya, dan dengan kecintaan dan kepercayaan penuh kepada si pelempar, bola itu akan riang gembira mencapai tujuannya...

Tidak ada komentar: