Juni 11, 2008

Persimpangan Jalan

17 September 2007

Allah menghendaki supaya semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran (lihat 1 Timotius 2:4). Itulah sebabnya, dalam Injil hari ini, dikisahkan bahwa Yesus pun tetap membawa keselamatan bahkan kepada orang yang bukan pengikut-Nya. Bagaimana Yesus melakukannya?

Adalah seorang perwira (Romawi) yang mengasihi hambanya. Ketika hamba itu sakit, sang perwira mengupayakan kesembuhan sedemikian gigihnya, sampai-sampai ia memohon kesembuhan dari Yesus meskipun ia bukanlah pengikut-Nya. Karena itulah, sang perwira meminta bantuan orang-orang Yahudi untuk menyampaikan pesannya kepada Yesus, “Sebab aku merasa tidak pantas datang sendiri mendapatkan- Nya!” (lihat ayat 7). Tentu saja, Yesus yang selalu tergerak oleh belas kasih bersedia menyembuhkan hamba sang perwira. Yesus bahkan mau mendatangi rumah sang perwira itu! Kesediaan Yesus inilah yang membuat sang perwira menyatakan imannya, “Aku tidak layak menerima Tuan di dalam rumahku. Katakanlah sepatah kata saja, maka hambaku akan sembuh!” (lihat ayat 6-7).

Relasi yang terjalin antara Yesus dan sang perwira ini sangatlah indah. Bagaimana tidak; keduanya tidak memiliki hubungan apapun. Yesus bukanlah guru dan Tuhan bagi sang perwira. Kabar tentang Yesus pastilah ia dengar dari perkataan orang, bukan sesuatu yang ia imani sendiri. Yesus dan sang perwira dipertautkan oleh kasih yang terpancar dari diri mereka masing-masing; Yesus selalu mau membebaskan orang dari penderitaan, sementara sang perwira begitu peduli pada kehidupan hambanya. Dua sosok penuh kasih inipun bertemu pada satu persimpangan jalan, meski awalnya mereka berangkat dari titik yang berbeda dan barangkali menuju arah yang tak sama.

Dalam hidup kita sendiri, kita pun sering berada dalam situasi yang sama, barangkali tanpa kita sadari. Kita seringkali terlalu mudah dipisahkan oleh perbedaan-perbedaan; titik awal, titik akhir, Dia yang diimani, guru dan teladan, cara hidup, pemimpin-pengikut dan entah apa lagi. Perbedaan-perbedaan itu toh akhirnya luluh ketika kita berbicara tentang sesuatu yang universal: keadilan, perdamaian serta penghargaan pada martabat manusia.

Kapankah kita sungguh-sungguh menyadari hal ini? Kapankah kita benar-benar percaya, bahwa hanya dalam persaudaraan yang sejati-lah, Kerajaan Allah akan terwujud di muka bumi? Barangkali kita masih harus banyak belajar dari sang perwira; mencoba mengerti bahwa pada akhirnya yang tinggal adalah iman, harapan serta kasih, dan yang terbesar di antaranya adalah kasih! (bdk. 1 Korintus 13:13).

Tidak ada komentar: