Juni 18, 2008

Singkirkan Dia!

02 Oktober 2007

Apa yang biasanya kita lakukan terhadap orang yang tidak kita sukai? Secara umum, reaksi kita adalah menjauhi orang itu. Menjauhi dapat dilakukan dengan meminimalkan kesempatan untuk bertemu, sengaja menghindar, bahkan sampai memutuskan tali komunikasi. Yang lebih kompleks daripada sekadar menjauhi adalah membalas perbuatan orang itu. Kita mengambil jarak darinya, supaya dapat merencanakan sesuatu secara rahasia karena kita ingin orang itu juga merasakan penderitaan yang kita alami. Yang lebih kompleks lagi adalah mengajak orang lain untuk ikut-ikutan tidak menyukai orang itu; seolah-olah kita membutuhkan teman atau pembenaran akan perasaan tidak suka yang kita rasakan. Yang paling kejam, tentu saja, menyebarkan cerita-cerita jahat mengenai orang itu sehingga ada kemungkinan orang tersebut dikucilkan oleh lingkungannya.

Apa yang terjadi jika kita punya otoritas atau kekuasaan tertentu atas orang yang tidak kita sukai itu? Bisa saja, kita menggunakan otoritas atau kekuasaan itu untuk menyingkirkan dirinya.

Adilkah kita? Seringkali, orang memang tidak mau repot-repot merenungkan: mengapa aku tidak suka padanya? Apakah ia sungguh-sungguh orang yang menjengkelkan, ataukah sekadar egoku saja yang terusik sehingga aku bereaksi begitu keras?

Kedua murid Yesus, Yakobus dan Yohanes, sebagaimana dikisahkan dalam Injil hari ini, juga melakukan ketidakadilan itu. Ketika orang-orang Samaria menhalangi perjalanan Yesus ke Yerusalem, mereka menjadi marah dan bertanya kepada Yesus, ”Bolehkah kami menurunkan api dari langit untuk membinasakan mereka?” (lihat ayat 54). Tentu saja Yesus melarangnya. Ia justru menegaskan bahwa, ”Anak Manusia datang bukan untuk membinasakan orang, melainkan menyelamatkannya.” (lihat ayat 55).

Sesungguhnya, mudah saja bagi Yesus untuk mewujudkan Kerajaan Bapa-Nya di dunia ini. Ia tinggal membinasakan yang jahat dan membiarkan yang baik untuk tetap hidup. Bukankah ia mengetahui segala rahasia? Tapi kita sendiri pun sebenarnya mengenal sebuah pepatah lama: jika ingin menguji karakter seseorang, berilah ia kekuasaan.

Ini adalah saat yang tepat untuk merenungkan kembali segala yang pernah kita perbuat. Sudahkah kita, dengan kekuasaan yang kita miliki, menyebarkan keselamatan atau malahan membuat pembinasaan di mana-mana? Menyingkirkan orang lain dalam hidup kita selalu menjadi jalan yang mudah. Bila Yesus sendiri memilih jalan yang sulit, tidakkah kita para pengikutnya pun harus mengambil langkah yang sama? Jika Yesus rela mati di kayu salib, semestinya kita pun rela mengorbankan ego, harga diri dan gengsi kita untuk merengkuh sesama. Dengan cara itulah sejarah keselamatan akan berlangsung terus dan bukannya terhenti di tengah jalan

Tidak ada komentar: