Mei 30, 2008

13 Juli 2007

Awalnya, Injil hari ini membuat hatiku kesal. Yang benar saja... Tuhan mengutus kita bagaikan domba di tengah serigala? Meskipun berpesan juga bahwa kita harus cerdik seperti ular dan tulus bagaikan merpati, secara hitung-hitungan di atas kertas saja, kecil kemungkinan domba dapat menang melawan serigala.

Mengapa Tuhan tidak menjadikan kita binatang yang terkuat di antara semua binatang supaya bisa menghajar semuanya saja? Mengapa harus domba, yang kemudian dihadapkan dengan serigala?

Aku lantas merenungkan Injil itu. Pertama, Tuhan ingin kita mengambil sosok yang lemah. Tuhan ingin kita bergulat dan berjuang dalam kehidupan bukan untuk menggunakan kekuatan yang kita miliki; kita justru harus berhadapan dengan kelemahan-kelemahan kita. Menghadapi kelemahan-kelemahan itu, Tuhan ingin agar hidup ini menjadi pertobatan yang terus-menerus, sebab dengan cara itulah kita akan disempurnakan. Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita. Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah. Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk untuk menjadi serupa dengan gambaran anak-Nya. (Roma 8:26a.28-29)

Kedua, dengan mengambil sosok yang lemah, kita akan mengandalkan Tuhan. Sosok yang kuat akan cenderung mengandalkan kekuatan dirinya sendiri semata, sedangkan sosok yang lemah membuka peluang bagi kehadiran kekuatan di luar dirinya sendiri. Diberkatilah orang yang mengandalkan Tuhan, yang menaruh harapannya pada Tuhan! Ia akan seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi batang air, dan yang tidak mengalami datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak khawatir dalam tahun kering, dan yang tidak berhenti menghasilkan buah. (Yer 17:7-8)

Ketiga, Tuhan menyatakan diri-Nya dalam kelemahan kita; Ia menganugerahi kita 'senjata' yang disebut-Nya serupa 'kecerdikan ular' (pikiran, pertimbangan) dan 'ketulusan merpati' (hati, perasaan, niat). Jika pikiran dan hati dapat berjalan bersama, kebijaksanaanlah yang akan dihasilkannya. Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus (Filipi 4:7). Sama halnya setiap tentara mempertanggungjawabkan setiap peluru yang ditembakkannya, kita pun diminta untuk mempertanggungjawabkan penggunaan pikiran dan hati kita. Perkataan Allah adalah perkataan yang hidup dan kuat; lebih tajam daripada pedang bermata dua. Perkataan itu menusuk sampai ke batas antara jiwa dan roh; sampai ke batas antara sendi-sendi dan tulang sumsum, sehingga mengetahui sedalam-dalamnya pikiran dan niat hati manusia (Ibrani 4:12).

Alangkah senangnya, jika dengan segala kesadaran itu kita menyosong hidup dan menghadapi apapun yang boleh kita alami. Alangkah senangnya juga, jika kepada mereka yang membuat hidup kita menjadi tak mudah, kita dapat selalu berkata sebagaimana Yesus mengucapkannya, "Tuhan, ampunilah mereka, sebab mereka tidak mengerti apa yang mereka perbuat!" (Sebab bukankah setiap orang harus menghadapi 'sisi gelapnya' sendiri?)

Doa: Mohon Kesucian
Tuhan, Engkaulah andalanku! Lindungilah kami di tengah-tengah segala pergolakan, dan tunjukkanlah kami jalan yang harus kami tempuh, serta hidupkanlah di dalam diri kami kabar sukacita-Mu... Moga-moga jadi pantaslah kami setiap hari untuk melaksanakan apa yang Kau kehendaki, dengan senantiasa ingat akan kedatangan-Mu yang mulia-jaya, dan jangan sampai menyerah kepada dunia ini! Berikanlah kami kekuatan, untuk tetap berusaha menuju sukacita mendatang; sebab pantaslah Engkau dipuja dan dimuliakan dalam segala orang kudus-Mu, sepanjang masa. Amin! (Bapa Kami, Nusa Indah, 1981)

Tidak ada komentar: