11 Juli 2007
Bagiku, keseluruhan cerita yang boleh kita baca pada hari ini, memiliki benang merah-keterkaitan yang sangat menarik.
Pertama, kita membaca riwayat S. Benediktus yang mencoba membenahi biara, namun mendapat penolakan dari anggota komunitas biara tersebut. Ia pun memutuskan untuk pergi. Apakah Benediktus gagal? Tidak. Ia hanya butuh saat yang tepat untuk memenuhi panggilannya.
Kedua, kita membaca kisah tentang Yusuf yang dijual oleh kakak-kakaknya. Melalui perjalanan hidup yang berliku, Yusuf akhirnya bertemu kembali dengan saudara-saudaranya itu, bahkan menjadi penyelamat bagi mereka. Yusuf tak hanya menyelamatkan nyawa, melainkan juga jiwa mereka.
Ketiga, kita membaca kisah tentang Yesus yang memilih murid-murid- Nya. Apakah murid-murid yang Ia pilih itu merupakan yang terbaik di antara yang baik-baik saja? Tidak. Di antaranya ada Petrus yang nantinya menyangkal Dia, juga Yudas yang pada akhirnya mengkhianati Yesus.
Lalu, di mana letak benang merahnya?
Aku melihat aspek 'pembelajaran' di dalam ketiga bacaan tersebut. Tokoh-tokoh yang ada di dalam ketiga bacaan itu, dapat kita sebut sebagai 'pembelajar'; mereka dipanggil dan dipilih, tapi harus mengalami proses belajar yang sungguh berliku-liku untuk kemudian memetik 'buah' sebagai hasil proses belajarnya.
Pilihan untuk menjadi seorang pembelajar, mengantarkan kita kepada berbagai konsekuensi yang tak selalu mudah ditanggung. Benediktus meninggalkan biara dengan hati sedih. Yusuf menyadari bahwa ia tak dapat begitu saja kembali kepada keluarganya. Petrus sangat menyesal ketika menyadari bahwa ia telah menyangkal Yesus. Yudas Iskariot memilih jalan yang paling tragis di antara semuanya: ia membunuh dirinya sendiri.
Aku pernah membaca sebuah buku tentang cara memetik apel. Terlebih dulu, kita harus melihat keseluruhan buah yang ada di pohon itu, lalu memetik dengan hati-hati buah-buah yang terbaik. Sisanya dapat diambil dengan cara apapun; bahkan juga mengguncangkan pohonnya supaya buah-buah berjatuhan ke tanah. Tak menjadi masalah apabila buah-buah yang jatuh itu menjadi lebam atau cacat; ia tak akan disuguhkan di meja, ia hanya akan dihancurkan untuk diambil sari buahnya.
Apel yang baik di tempat yang tinggi, tak akan tergapai jika kita hanya terpaku pada apel-apel yang dekat dengan mata kita. Kualitas seorang pembelajar bukan hanya tampak pada cara-cara ia mempertahankan sesuatu, tapi juga pada keberanian & kerendahan hatinya untuk melepaskan sesuatu yang ia anggap sebagai penghalang untuk mencapai visinya. Benediktus tidak terpaku pada jabatannya di biara atau berkeras dengan tujuannya untuk mengubah biara itu. Yusuf tidak memaksa diri untuk kembali kepada keluarganya. Petrus tidak tenggelam dalam perasaan bersalah; ia bertobat dan kepadanya kemudian diberikan kunci Kerajaan Surga. Sayang sekali, Yudas Iskariot memutuskan untuk berhenti belajar; ia pun keluar dari 'ruang kelas' yang bernama 'hidup'.
Kita semua adalah murid-murid Yesus. Sudahkah kita menjadi pembelajar yang baik?
Doa:
Tuhan, kami bersyukur atas hidup ini... Lindungilah kami dan tunjukkanlah jalan-Mu.. Hidupkanlah di dalam diri kami pengetahuan akan ajaran-Mu, dan buatlah roh kami selalu siap sedia bagi-Mu! (Bapa Kami, Nusa Indah, 1981)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar