”Hanya orang bodoh yang merasa mampu menggapai cakrawala,” kata seseorang.
Aku lantas terdiam mematung, seraya mengarahkan pandangan ke garis langit itu berada. Ya, tentu saja, tak akan ada yang bisa mencapai cakrawala. Setiap kali kita sampai di satu titik, cakrawala selalu ada di titik lain di hadapan kita.
”Kecuali jika kita yakin bahwa cakrawala pernah ada di sini, di titik kita berdiri saat ini,” seseorang itu berkata lagi.
Memperjuangkan situasi Kerajaan Allah dalam hidup keseharian kita pun ibarat mengejar cakrawala; begitu jauh dan sulit digapai. Barangkali karena realitas Ilahi selalu jauh melampaui realitas manusiawi. Inilah yang pernah disampaikan seorang anak kecil kepada St. Agustinus, ”Dapatkah Tuan menampung samudera di dalam batok kelapa, lalu menuangkannya ke cekungan pasir ini?”
Melelahkan, menyakitkan, merupakan perjalanan yang terus-menerus, bahkan seringkali tampak sebagai sesuatu yang mustahil sehingga menyurutkan semangat. Itulah gambaran perjalanan mengejar cakrawala.
Tak heran jika banyak yang memilih untuk berhenti. Tapi ada juga yang tetap berlari sambil berkata begini, ”Bagaimanapun, aku telah sampai di satu titik ini. Dulunya, titik ini adalah cakrawala yang pernah kulihat dari kejauhan. Aku telah mencapainya, dan kini aku akan mencapai cakrawala yang berikutnya.”
Kerajaan Allah itu ada di depan sana sebagai mimpi yang indah, namun juga sekaligus ada di sini, sekarang ini, untuk diwujudkan sebagai sebuah kenyataan.
Dan seseorang yang telah menggapai mimpinya, hanya perlu bersiap untuk mimpi yang selanjutnya.*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar