Selasa, 20 Mei 2008
Bila Kerajaan Allah adalah sebuah visi, langkah apa saja yang telah kita ayunkan untuk mencapainya?
Seringkali, langkah-langkah itu belum cukup. Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini mengisahkan bagaimana orang kerap bertengkar dan melupakan visi mereka. Jika dibandingkan dengan visi itu, pertengkaran mereka sungguh sepele; acapkali timbul dari egoisme dan kepentingan diri semata.
Ketika bangsa kita merayakan Hari Kebangkitan Nasional saat ini, kita dapat menjadikannya kesempatan yang baik untuk bertanya: seperti apakah perjalanan kita dalam menggapai visi Kerajaan Allah itu? Sudahkah situasi Kerajaan Allah itu tampak dan mewarnai hari-hari kita?
Agaknya belum. Orang sering berebut pengaruh dan kekuasaan, tapi lupa bahwa kekuasaan menjadi bernilai jika digunakan untuk menggapai kebaikan bersama. Orang sering terpacu untuk meraih keuntungan dan kekayaan, tapi lupa bahwa kesejahteraan bersama-lah yang seharusnya diperjuangkan. Banyak yang telah dilakukan, tapi yang telah dilakukan itu tak lagi mengacu pada sebuah visi yang bernama Kerajaan Allah. Rm. Y.B. Mangunwijaya (alm.) pernah menulis: ...betapa kekanak-kanakan kebanyakan cita-cita dan gerak kita, yang masih setingkat anak monyet berebutan kerupuk. (Manusia Pascamodern, Semesta dan Tuhan, Kanisius, 1999).
Pada titik kesadaran ini, menyatukan diri dengan arah pastoral Keuskupan Agung Jakarta (KAJ), kita sungguh mau memperjuangkan hubungan-hubungan yang benar antara Allah dan manusia, manusia dan manusia, serta alam dan manusia. Sebagai entry point, KAJ memilih persoalan pekerja dan sampah. Betapa indahnya dan betapa dekatnya Kerajaan Allah itu, jika persoalan pekerja bukan hanya tentang biaya produksi dan margin keuntungan, melainkan sungguh-sungguh suatu pembelaan terhadap martabat manusia. Betapa indah dan dekatnya Kerajaan Allah itu, jika persoalan sampah bukan sekadar apa yang kita hasilkan dan apa yang kita buang, tetapi suatu pemahaman yang menyeluruh tentang bagaimana lingkungan alam ini, rumah bersama ini, akan kita kelola.
Seseorang yang punya visi tak hidup hanya untuk hari ini; ia hidup untuk masa depan, bahkan juga untuk masa ketika ia tak lagi dikenang...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar