September 14, 2008

BUTIRAN GARAM YANG MERINDUKAN LAUTAN

Kamis, 22 Mei 2008

Jika garam menjadi hambar, dengan cara apakah kita mengasinkannya? (Mrk 9,50). Garam yang hambar hanya tinggal semata-mata butiran halus, yang kemudian akan hilang dalam butir-butir pasir di tepi laut.

Betapa sedihnya Allah jika kita serupa garam itu; hilang di tengah dunia. Kita larut, namun tak memberikan apapun kecuali diri yang bukan apa-apa. Doa St. Fransiskus Asisi pun hanya tinggal gema di ruang hati yang hampa: Tuhan, jadikanlah aku pembawa damai... bila terjadi kegelapan, jadikanlah aku pembawa terang...

Strategi pastoral Keuskupan Agung Jakarta ialah Gembala Baik. Setiap orang dipanggil menjadi gembala satu sama lain. Maukah kita menjawab panggilan ini, seraya dengan segala kerendahan hati, menyerahkan diri pada kerahiman Allah untuk terus dibentuk dan disempurnakan? Pada akhirnya, kerahiman itu akan melahirkan penebusan.

Sebagai Gembala Baik, kita semua adalah butir-butir garam yang dilontarkan ke darat oleh lautan. Garam itu tak boleh menjadi hambar, sebab panggilannya adalah mengasinkan. Jika garam menjadi hambar, bagaimanakah kita dapat mengasinkannya? Apakah garam mempunyai ingatan, yang akan menuntunnya kembali ke dalam lautan? Apakah garam menyimpan kekuatan, sehingga ia tak hanya akan terbenam di dalam pasir yang panas dan gersang?

Tidak ada komentar: