Semua orang mendapat anugerah yang sama dari Allah: hidup dan kehidupan.
Semua orang dapat membaca Kitab Suci atau mengikuti Perayaan Ekaristi.
Setiap orang punya kesempatan yang sama untuk memaknai kesemuanya. Tapi, tentu saja, pemaknaannya yang tak selalu sama.
Ada yang melihat Yesus melalui lembar-lembar kehidupannya, di dalam mata anak-anak yang lapar, di dalam mata orang-orang yang miskin, lemah, sakit, tertindas dan teraniaya, terpeta di bumi dan alam yang kian merana. Yesus menjelma kini dan nanti, bukan sekadar sebuah kisah pada masa lalu; adalah realitas, bukan semata angan-angan atau harapan semu.
Ada juga yang melihat Yesus dalam lembar-lembar Kitab Suci dan Perayaan Ekaristi, namun tak hirau pada apa yang tampak di dalam kehidupannya sehari-hari. Sebab Yesus hanyalah sederet kata-kata dalam kisah lama dan seuntai doa yang menderas; sebab Yesus bukanlah yang dialami, pun diimani.
Lalu dengan cara apakah kita akan menuturkan cerita tentang kehidupan, kepada mereka yang bahkan tak mengerti artinya hidup? Dengan cara apakah kita menayangkan realitas, kepada mereka mempunyai mata namun tak mampu melihat? Dengan cara apa kita mendendangkan bunyi, kepada mereka yang mempunyai telinga namun tak mampu mendengar?
Dan dengan cara apakah kita mampu membawakan Allah, kepada mereka yang mengaku bertuhan namun tak mengerti artinya beriman?*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar