
Sebagai orang beriman, kita akrab sekali dengan kata ’penderitaan’. Kita diajak untuk memaknai penderitaan dari kacamata iman; bahwa semua hal yang boleh kita alami, bahkan yang terburuk sekalipun, adalah untuk menyempurnakan kita. Kita juga diajak untuk belajar percaya dan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah; bahwa Ia mempunyai rancangan-Nya sendiri, dan Ia jugalah yang tahu apa yang terbaik bagi kita, ciptaan-Nya.
Ketika menyusuri jalanan kota, dan melihat begitu banyak penderitaan di wajah sesama saya—kaum miskin-papa, gelandangan, anak-anak jalanan yang berlarian dengan perut lapar, pengemis tua yang begitu lemah karena sakit, mereka yang cacat dan terlupakan—saya bertanya dalam hati: penderitaan macam apakah ini? Bagaimana mereka dapat mengatasi penderitaan itu?
”Datanglah kepada-Ku yang letih, lesu dan berbeban berat,” sabda Yesus (bdk. Mat 11:28). Bagi saya, sabda Yesus ini bukan sekadar ajakan untuk berdoa, berpasrah dan berharap. Sabda Yesus ini adalah suatu panggilan untuk bertindak melawan penderitaan! ”Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan,” (lih. Yoh 10:10).
Datang kepada Yesus, membiarkan Dia hadir di dalam hidup kita, berarti membiarkan keseluruhan hidup kita itu ditata kembali dalam rencana penyelenggaraan Ilahi. Menghadapi penderitaan sama dengan memperjuangkan hubungan-hubungan yang benar di antara semuanya: manusia & Allah, manusia & manusia, juga manusia & seluruh ciptaan. Nota Pastoral KWI 2006 misalnya, secara tegas menyebut kemiskinan sebagai buah ketidakadilan ekonomi. Artinya, penderitaan karena kemiskinan itu dapat ditanggung dan diatasi, selama ada orang-orang yang berkehendak baik untuk menegakkan keadilan ekonomi itu sendiri.
Ketika menyusuri jalanan kota, dan melihat begitu banyak penderitaan di wajah sesama saya—kaum miskin-papa, gelandangan, anak-anak jalanan yang berlarian dengan perut lapar, pengemis tua yang begitu lemah karena sakit, mereka yang cacat dan terlupakan—saya bertanya dalam hati: penderitaan macam apakah ini? Bagaimana mereka dapat mengatasi penderitaan itu?
”Datanglah kepada-Ku yang letih, lesu dan berbeban berat,” sabda Yesus (bdk. Mat 11:28). Bagi saya, sabda Yesus ini bukan sekadar ajakan untuk berdoa, berpasrah dan berharap. Sabda Yesus ini adalah suatu panggilan untuk bertindak melawan penderitaan! ”Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan,” (lih. Yoh 10:10).
Datang kepada Yesus, membiarkan Dia hadir di dalam hidup kita, berarti membiarkan keseluruhan hidup kita itu ditata kembali dalam rencana penyelenggaraan Ilahi. Menghadapi penderitaan sama dengan memperjuangkan hubungan-hubungan yang benar di antara semuanya: manusia & Allah, manusia & manusia, juga manusia & seluruh ciptaan. Nota Pastoral KWI 2006 misalnya, secara tegas menyebut kemiskinan sebagai buah ketidakadilan ekonomi. Artinya, penderitaan karena kemiskinan itu dapat ditanggung dan diatasi, selama ada orang-orang yang berkehendak baik untuk menegakkan keadilan ekonomi itu sendiri.
Barangkali kemiskinan itu tak pernah menyentuh kehidupan kita. Akan tetapi, dapatkah kita sungguh-sungguh berbahagia jika masih ada sesama kita yang menderita?*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar