Januari 17, 2009

BENIH YANG BERAKAR DALAM HATIKU

Pada satu kesempatan diskusi terbatas di MBK, seorang peserta menyatakan bahwa zaman ini adalah zaman kebingungan. Orang bingung menentukan nilai-nilai dalam hidup untuk dianut. Orang mudah sekali bergeser sana-sini, tak punya pegangan pasti. Orang tak tahu bagaimana menjawab tantangan zaman. Hidup seolah-olah sepotong gabus di atas lautan; terombang-ambing dan terseret arus.

Padahal, hidup tak perlu begitu. Kepada-Mu-lah aku bertopang mulai dari kandungan. Ya Allah, Engkau telah mengajar aku sejak kecilku, dan sampai sekarang aku memberitakan perbuatan-Mu yang ajaib, demikian kata pemazmur (lih. Mz 71:6.17). Artinya, sama seperti dinyatakan dalam Kitab Suci tentang perumpamaan seorang penabur (lih. Mat 13:1-9), benih-benih yang ditaburkan di dalam hati kita adalah benih-benih Yesus.

Lalu, mengapa kita tidak ‘pede’ dengan benih-benih yang tumbuh dalam hati kita itu? Mengapa masih merasa tak punya pegangan dan mudah diombang-ambingkan?

Barangkali karena mendengarkan dan mengikuti Yesus bukanlah sesuatu yang populis. Membela yang lemah, memperjuangkan keadilan dan perdamaian, bukanlah hal-hal yang menimbulkan decak kagum atau membuat kita dihargai orang. Seringkali, yang terjadi justru penderitaan! Ingat saja ‘malam gelap’ yang dialami Ibu Teresa dari Kalkuta. Ingat saja jalan yang harus dilalui Uskup Agung Oscar Romero hingga ia ditembak mati. Ingat saja semua hal buruk yang dialami oleh para martir kita...

Tak heran, banyak orang lebih suka berpaling. Banyak juga yang setengah-setengah, dan tak sedikit yang bingung menentukan arah. Inilah saatnya, Saudara, untuk menjenguk bilik hati kita. Apakah kita tanah yang subur itu, ataukah sekadar selapis tipis di atas jalanan panas, segumpal kecil di antara batu-batu, atau sepetak sempit di antara semak-semak berduri? Pun bila Kristus yang menaburkan benih-Nya, tak ada tumbuhan apapun di sana yang dapat tahan berdiri!*

Tidak ada komentar: