Dalam jarak tak lebih 100 meter dari gerbang sebuah gereja, seseorang 30-an tahun, menderita sakit yang parah. Ia tak punya biaya untuk berobat. Segala usaha telah dikerahkan, namun uluran tangan tak juga didapatkan. Terlalu mahal; tak ada yang mau membiayai perawatan seorang miskin yang terkena gangguan hati dan ginjal.
Pada akhirnya, orang itu pun mati. Perlahan; dalam kesakitan dan penderitaan.
Barangkali kisah itu bukan satu-satunya. Barangkali masih banyak yang tercecer dan terserak, bahkan di depan gerbang gereja kita sendiri. Apa yang pernah kita lakukan? Apa yang sudah kita buat?
Penderitaan sesama menuntut kehadiran kita. Jika kita absen dari persoalan-persoalan kemanusiaan, lalu apakah arti hukum ini: kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri? Lantas apakah makna Ekaristi dan penebusan, sebagaimana telah dilakukan oleh Yesus bagi kita?
Seseorang tak membeli ikat pinggang hanya untuk dikuburkan di padang (bdk. Yer 13:4), atau mempunyai benih yang tak pernah ditaburkan ke tanah, pun ragi yang tak akan dicampurkan ke dalam adonan roti (bdk. Mat 13:31, 33). Setiap dari kita mempunyai panggilan untuk digenapi.
Bila menyangkut kita dan sesama, panggilan itu ada dalam satu kata yang sederhana ini: hadir.*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar