Desember 01, 2008

BERHITUNG


Sejak kecil, kita sudah belajar berhitung. Anak-anak yang baru bicara, biasanya juga diajari untuk menyebut nama bilangan seperti satu, dua, tiga, sebagai kata-kata pertama mereka. Setelah duduk di bangku sekolah, kita pun mulai belajar dengan serius, mulai dari penjumlahan sederhana sampai ke hitungan kalkulus.

Logika matematika pun merambah ke dalam semua segi kehidupan kita. Satu di antaranya, soal biaya. Kita jadi bisa membedakan mana aktivitas berbiaya tinggi dan mana aktivitas berbiaya rendah. Biasanya, yang berbiaya tinggi itu akan dipikirkan lebih lanjut untuk dilakukan atau tidak.

Berhitung itu baik dan perlu; menjadi masalah ketika diterapkan pada situasi yang kurang tepat. Misalnya iman. Inilah yang dilakukan oleh orang-orang di seberang Danau Genesaret. Mereka lebih mengutamakan kehidupan ekonomi—dengan memelihara babi-babi—daripada memelihara iman sesamanya. Di pekuburan dekat situ, ada dua orang yang kerasukan roh jahat, tanpa seorang pun peduli. Buat apa? Kehidupan ekonomi jauh lebih penting; darinya kita bisa makan dan hidup!

Ketika Yesus datang, Ia memindahkan roh jahat dalam diri kedua orang itu kepada babi-babi. Bukannya bersyukur karena saudara mereka selamat, orang-orang desa itu malahan marah dan mengusir Yesus. Mereka meratapi kematian babi-babi yang terjun ke jurang. Yesus pun pergi. Ia cuma mampir untuk mengajarkan bahwa kesejahteraan tak hanya boleh milik sendiri, namun juga untuk semua orang. Bagaimana mungkin matematika bisa jauh lebih berharga ketimbang manusia?*

Tidak ada komentar: