April 03, 2015

Cinta yang Membebaskan

Rasa takut bergayut di ruangan itu. Kesunyian memagut. Setelah hiruk-pikuk berakhir, jam-jam berlalu sebagai detik. Kegelisahan yang riuh, debar jantung yang gemuruh, tuntas berlalu dan seolah semua kini membeku. Pertanyaan demi pertanyaan selalu urung terlontar, karena terbentur keraguan sendiri: adakah jawaban?

Seorang perempuan yang berduka, hilang dalam nyeri. Ia menjauh berlari. Cinta yang mendekapnya erat selama ini mendesaknya untuk pergi. Ia tercabik-cabik. Dapatkah ia utuh kembali?

Ada satu tempat yang hendak ditujunya kini. Ia berharap dapat menjumpai kekasihnya lagi. Tapi kubur itu kosong. Perempuan itu terduduk dan menangis: apakah hidupku masih mempunyai arti?

"Maria!" Dari antara tangis, perempuan itu menoleh kepada suara yang memanggilnya. Air mata yang mengaliri pipinya laksana hangat gemeretak yang memecahkan lapisan dingin di hatinya. Perlahan, ia mulai mengerti.

Hidup ini seolah sebuah pertunjukan besar. Kita terlempar-lempar dari satu adegan ke adegan lainnya, dari peran satu ke peran lainnya. Tetapi cinta bukanlah sandiwara. Cinta yang utuh, menyeluruh, total, dan final... adalah cinta yang merangkai semua adegan dan peran, menjadikannya sekadar warna dan nuansa di dalam semesta.

Perempuan itu memandang kekasihnya. Air mata, dekap hangat dan kecupan tak lagi mempunyai makna. Ia merasa bebas dalam mencinta. Ia merasa telah melampaui segala dalam mengada. Ia menyadari, bahwa hidup yang sesungguhnya adalah hidup yang diserahkan, dan cinta yang sejati adalah cinta yang dikorbankan.

Perempuan itu, untuk pertama kali dalam hidupnya, merasa sungguh-sungguh bahagia.*

Tidak ada komentar: